Pendakian Gunung Rinjani

gunungrinjani_011

Puncak Gunung Rinjani (Ki-Ka : Gue, Joko, Ragil, Yandi, Warday)

Pendakian Gunung Rinjani dilakukan ketika saya kelas 3 SMA. Pendakian ke Rinjani, Lombok dilakukan karena tidak ada anak-anak pencinta alam ( Exispal SMA 24 ) yang berminat untuk kembali pergi ke Ujungkulon pada masa liburan sekolah di akhir tahun. Saat itu kebetulan ada senior yang juga alumni dari SMA kami yang mengajak untuk mengadakan pendakian ke Rinjani, yang kebetulan dia sudah menapaki puncak gunung tersebut dua kali. Ternyata sambutannya dari rekan-rekan cukup banyak, tapi mengingat biaya dan tingginya gunung tersebut, banyak yang mengundurkan diri hingga hanya 7 orang saja yang berminat untuk ikut bersama sang alumni ke Rinjani.

Perjalanan ini juga diadakan setelah selesai ulangan umum dan terima rapor caturwulan ke-2 di akhir tahun 91. Seperti tahun-tahun yang lalu nya, ada liburan selama seminggu sebelum kembali proses belajar mengajar bergulir kembali pada caturwulan terakhir. Saya sangat ingin ikut menjajaki kaki di Gunung Rinjani karena dari foto-foto sang alumni yang pernah dipajang di sekolah memperlihatkan betapa indahnya dan menakjubkannya pemandangan dan panorama di Gunung Rinjani, dan merupakan pengalaman tersendiri bila bisa mencapai puncak gunung tertinggi ke-3 di Indonesia. Saya coba mengingat-ingat kembali perjalanan yang sangat menyenangkan ini dan menceritakan detailnya.

Jakarta – Lombok
Mula-mula kami berkumpul di rumah sang alumni untuk membicarakan segala persiapan yang diperlukan dan waktu pemberangkatan dan biaya yang diperlukan perorangnya, dan diputuskan untuk belanja perlengkapan dan perbekalan dan sekaligus pemberangkatannya keesokan harinya. Pagi keesokan harinya kami pun belanja ke supermarket, segala kebutuhan yang diperlukan dan mengepaknya ke dalam ransel kami masing-masing. Menjelang sore kami bergerak ke stasiun senen untuk menumpang kereta yang ke Surabaya. Kereta kami pun bergerak menjelang senja dari stasiun Senen. Untuk pengiritan kami menaiki kereta kelas ekonomi yang beberapa hari sebelumnya kami sudah meminta keringanan dari pihak stasiun yang sudah ditandatangani dari pihak sekolah kami. Keesokan paginya kami tiba di Surabaya, di stasiun Gubeng.

gunungrinjani_02

Dari stasiun Gubeng kami melanjutkan perjalanan naik angkot ke stasiun Wonokromo untuk naik kereta api jurusan Banyuwangi, persisnya jurusan Denpasar, karena nanti ada mobil dari PJKA yang akan mengantar penumpang yang akan langsung menuju Terminal Ubung di Denpasar. Demi mengejar waktu, kami menikmati makanan kami di kereta api menuju Banyuwangi. Kami tiba di Banyuwangi sudah senja, dan harus cepat-cepat masuk mobil khusus dari PJKA dengan segala perlengkapan kami untuk masuk kapal ferry di pelabuhan Ketapang menuju Gilimanuk, Bali.

gunungrinjani_04

Lagi-lagi demi mengejar waktu, kami menikmati makanan kami di perjalanan, kali ini di kapal ferry. Di Pelabuhan Gilimanuk Bali kami kembali masuk mobil khusus dari PJKA untuk melanjutkan perjalanan kami menuju terminal bis Ubung, Denpasar. Kami pun tiba di Denpasar menjelang tengah malam. Kami langsung mencarter angkot dari terminal ubung menuju Padang Bai tempat penyebrangan kapal ferry ke Lembar, Lombok. Kami tiba di Padang Bai sudah lewat tengah malam, dan sudah tidak ada jadwal pemberangkatan ferry lagi. Jadi kami harus tidur di pelabuhan menunggu pagi tiba, dengan terlebih dahulu makan malam.
Pagi-pagi sekali kami bangun, sarapan dan bersiap-siap untuk ikut penyeberangan pertama kapal ferry yang menuju Lembar, Lombok. Pemandangan yang indah dapat kami nikmati dari kapal ferry berupa pulau-pulau kecil yang berdekatan dan gunung Rinjani yang tampak di kejauhan.
gunungrinjani_23

Dari pelabuhan Lembar, kami melanjutkan perjalanan kami kembali yaitu menuju Terminal Suite. Dari Suite kami lanjut lagi menuju desa Aikmel. Di Aikmel kami makan siang terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan jauh kami menuju kaki Gunung Rinjani yaitu Sembalun. Perjalanan menuju Sembalun sungguh mengasyikan, dimana kami melewati perbukitan yang berdekatan dengan pantai, selain melewati perkampungan-perkampungan, ladang-ladang dan hutan tropis sebelum sampai di Sembalun. Sayang sekali saya sudah tidak punya foto-fotonya lagi. Kami pun tiba di desa Sembalun ketika matahari baru saja tenggelam. Kami pun segera menuruni perlengkapan-perlengkapan kami.

gunungrinjani_05

Setelah mengenakan kembali bawaan-bawaan kami, kami harus berjalan kaki melintasi perkampungan menuju balai Taman Nasional Gunung Rinjani. Kami befoto dulu sejenak sebelum menuju balai Taman Nasional Gunung Rinjani, untuk meminta izin pendakian sekaligus menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan seperti surat kesehatan, kartu pelajar dan administrasi lainnya, sekaligus meminta izin untuk menginap di balai tersebut untuk beristirahat sebelum kami melakukan pendakian keesokan harinya.

gunungrinjani_03

Setelah mendapatkan izin kamipun segera meletakkan bawaan-bawaan kami, dan kami pun segera mandi sebelum terlalu malam. Karena ini persis di kaki gunung, suhunya benar-benar dingin, kami pun yang mandi sangat mengigil dan badan kami berasap setelah menyiram badan kami dengan air. Bila yang tidak tahan dengan suhu yang dingin, jangan berharap untuk bisa mandi di kaki gunung apalagi di kaki gunung Rinjani yang mungkin lebih dingin dibandingkan dengan di kaki gunung lain Hehehe…. 😀
Setelah kami semua selesai mandi, kami berkumpul dipimpin sang ketua, sang alumni untuk mempacking ulang bawaan kami. Dimana ransel untuk makanan akan dikhususkan pada satu orang. Sehingga pada pagi harinya kami harus sudah siap untuk melakukan pendakian.

gunungrinjani_082

gunungrinjani_26

Setelah mempacking semua bawaan dengan rapi, kamipun mencari makan malam sebelum kami beristirahan memulihkan tenaga setelah dua hari perjalanan menuju desa Sembalun di kaki gunung Rinjani. Sembalun ini merupakan satu dari tiga jalur pendakian menuju puncak gunung Rinjani, selain melewati Senaru dan Bayan. Segera kami mencari makan malam kami, menerobos gelap dan dinginnya malam mencari warung yang masih buka untuk menikmati makan malam kami, agar bekal bawaan kami untuk di atas gunung tidak berkurang. 🙂

gunungrinjani_251

Segera setelah makan kami pun pulang ke base camp kami di balai Taman Nasional Gunung Rinjani yang ternyata cukup jauh juga dari perkampungan tempat kami makan, sehingga kami merasakan sepertinya sudah lapar lagi ketika kami tiba di base camp kami. Cepat-cepatlah kami tidur agar laparnya lupa dan juga sebelum cuaca bertambah dingin ketika malam makin larut. 🙂

Pendakian Hari Pertama
Pagi-pagi sekali kami bangun dan sambil kedingingan kami keluar dari rumah yang merupakan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, ketika matahari sudah bersinar, kami terkagum-kagum dengan keindahan pemadangan yang ada. Gunung Rinjani yang indah kami bisa lihat sampai ke puncaknya. Sedangkan di belakang kami perbukitan yang menjulang tinggi juga. Sayangnya foto-foto di kaki gunung Rinjani tersebut sudah tidak ada lagi entah kemana. Kami segera sarapan dan bersiap-siap untuk memulai pendakian.
Kami bergerak kira-kira sekitar jam 7 pagi setelah kami berdoa terlebih dahulu. Tujuan pertama kami adalah tempat yang kami sebut jembatan Belanda. Kami akan beristirahat lama di sana sebelum melanjutkan perjalanan berikutnya. Selain itu disitu ada sumber air untuk mengisi kembali persediaan air kami nantinya. Trek menuju puncak Rinjani lewat jalur Sembalun ini mula-mula disuguhi padang savana yang luas panjang, sampai kira-kira 5 s/d 6 jam yang menanjang sedikit demi sedikit dan terkadang berkelok-kelok dan turun naik. Cuaca di sekitarnya sejuk namun terik, sehingga akan membakar kulit yang tidak tertutup pakaian dan tidak diberi sun block. Bila dalam jangka waktu ini saja pendaki sudah tidak kuat, lebih baik pulang saja daripada akan menderita nantinya. Karena bila dengan beban berat di pundak dengan carrier masing-masing untuk bekal seminggu, plus tanjakan yang masih belum terjal begini saja sudah nyerah, apalagi nantinya bila bertemu trek yang lebih curam derajat kemiringannya. Hehehe… 😀

gunungrinjani_071

gunungrinjani_09

Lihatlah sang alumni di bawah sana, di belakang saya (berkaos putih), lumayan juga tanjakannya kan…? Tapi itu belum ada apa-apanya, hanya baru permulaan saja, ujian sebenarnya masih ada di depan sana. Sesekali kami beristirahat kira-kira 10 s/d 15 menit untuk melepaskan ngos-ngosan, cape, letih, lelah kami sambil minum seteguk atau dua teguk air, setelah cukup jauh kami berjalan. Hhhhhhh….

gunungrinjani_06

Kami melanjutkan perjalanan lagi setelah break sebentar saja. Perjalanan yang kami lewati masih disuguhi padang savana bahkan sampai lewat tengah hari yang terik.
Kini mulailah perut kami yang keroncongan minta diperhatikan. Setelah melihat ada batu besar yang bisa menjadi penghalang angin ketika masak, kami pun berhenti, beristirahat untuk memasak makan siang kami. Sang alumni mau memasak untuk para juniornya yang sudah pada kelelahan.

gunungrinjani_18

gunungrinjani_19

Sesekali saya (berbaju merah dan bertopi biru) membantu sang alumni memasak. Lihatlah kepala sang alumni di belakang saya, yang sempat melongo ketika tahu akan ada pemotretan. Kami pun makan makanan khas gunung yang sangat lezat (nasi, indomie, cornet, sarden), dan minuman yang sangat nikmat khas pegunungan (susu, kopi, kopi susu, teh manis dan tentunya gak pernah dilupakan STMJ (SusuTelor Maju Jahe) produksi Sido Muncul. Setelah kenyang dan makanan sudah turun, dan cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan lagi (tanpa tidur siang tentunya… 🙂 ), kami lanjut menuju jembatan Belanda. Kami tiba di jembatan Belanda sudah sore. Kami beristirahat cukup lama disini, masak air panas untuk kopi, susu, teh manis sambil makan roti dan cemilan lainnya, bersantai menikmati pemandangan sore hari sambil berfoto-foto.

gunungrinjani_20

Gimana kira-kira hasil jepretan saya di atas..? Terlalu jauh..? Tujuannya sih supaya daerah sekitarnya juga kejepret. Hehehe. Akhirnya setelah istirahat dengan cukup, kami melanjutkan perjalanan kami berikutnya dengan trek yang punya derajat kemiringan yang lebih parah, dan bukan lagi padang savana tetapi punggungan gunung yang penuh dengan pepohonan seperti hutan kecil. Target tujuan kami selanjutnya adalah Pelawangan, di ketinggian 2639 meter (di atas permukaan laut) base camp para pendaki sebelum menuju puncak Rinjani di ketinggian 3726 meter (di atas permukaan laut). Perjalanan menuju Pelawangan masih sangatlah jauh, dan hari sudah malam dan kami memutuskan istirahat dan melanjutkan perjalanan esok harinya. Kami mencari tempat yang cocok untuk mendirikan tenda terpal yang bersar yang cukup untuk kami semua tidur dalam satu tenda. Setelah kami masak dan makan, kami mengenakan jaket-jaket tebal kami dan tidur dalam cuaca yang sangat dingin, ada yang masuk dalam sleeping bag mereka, ada juga yang hanya menambah tebal jaket mereka dengan sarung ataupun selimut.

Pendakian Hari Kedua
Pagi harinya kami cepat-cepat bangun, segera sarapan, untuk kembali bergerak menuju Pelawangan. Kami masih harus melewati trek yang semakin menanjak dan akhirnya kami pun tiba di trek yang dari bawah (kaki gunung) terlihat seperti huruf S. Disinilah kemampuan dan pengalaman kita benar-benar diuji. Suatu trek tanjakan bonus (jalan datar 🙂 ) yang hanya sedikit, yang langsung disambung lagi dengan trek tanjakan, yang sepertinya tak habis-habis. Ketika tiba di jalan datar pastilah si pendaki akan beristirahat sejenak dan menikmati pemandangan sebentar untuk melepaskan lelah, untuk modal melanjutkan perjalanan yang sangat melelahkan dan menguji mental itu. Ketika kami hampir mendekati Pelawangan (sekitar jam 11), kami disuguhi pemandangan yang mengagetkan kami, yang sekaligus menjadi obat untuk letih lelah kami, yaitu danau di atas gunung, yang bernama danau segara anak. Kami beristirahat sejenak, disitu. Kami juga dikagetkan kala itu, ketika tiba-tiba ada dua orang warga desa dengan bawaan di pundak mereka yang cukup berat juga yang datang dari bawah (dari arah Sembalun) bertemu kami di situ. Mereka ingin ke arah desa Senaru, yang adalah jalur pendakian lain setelah danau segara anak. Jadi mereka akan turun ke arah danau, kemudian mendaki lagi ke arah Senaru. Yang sangat mengagetkan kami adalah ketika kami tanya jam berapa mereka berangkat dari bawah (dari Sembalun), mereka menjawab dari jam 5 pagi. Kami hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala kami saja sambil tersenyum tergagum-kagum dalam hati. 😀

gunungrinjani_10

Sorry fotonya bekas guntingan karena terkena air banjir. Sayangnya hanya foto tersebut yang tersisa di daerah Pelawangan. Suatu waktu bila bertemu dengan teman-teman kala reuni, yang memegang foto-foto yang lain akan saya tambahkan.
Akhirnya kami tiba di Pelawangan setelah lewat tengah hari. Kami pun segera mendirikan tenda. Pendakian kami diadakan pada musim hujan di bulan Desember, mungkin itu sebabnya tidak ada tenda pendaki lain di sini yang kami temui, atau mungkin saja ada yang baru saja melanjutkan perjalanan ke danau segara anak. Di sini kami benar-benar istirahat total setelah perjalanan yang sangat melelahkan, sebelum kami melanjutkan perjalanan melelahkan lainnya, yaitu puncak Rinjani di waktu dini hari nanti-nya. Setelah berfoto-foto ria, adalah waktu bebas buat kami. Isi perut jadi pilihan nomor satu, karena sudah waktunya untuk diisi, setelah itu kami tidur siang, karena suasananya yang sejuk membuat kami nyaman untuk istirahat melepaskan kelelahan kami.
Sore hari yang indah kami nikmati dengan berjalan-jalan di sekitar Pelawangan sambil sesekali berfoto ria dan menikmati pemandangan puncak Rinjani di depan tenda kami dan Danau Segara Anak di sebelah kanan dari tenda kami. Sore hari sang ketua regu (sang alumni) masak untuk makan malam, karena regu akan dipecah dua, untuk mengambil air ke bawah ke arah danau dan yang lain tinggal untuk menjaga tenda kami, dari serangan kera-kera kecil khas gunung Rinjani yang kadang kala datang bila dilihat ada tenda di Pelawangan, yang akan siap mengacak-acak carrier untuk mencari makanan.
Matahari sore masih bersinar ketika saya dan rombongan pencari air (termasuk sang alumni) mulai menapaki jalur bebatuan yang terjal sebelum mencapai jalur yang landai mendekati danau. Waktu yang ditempuh dari Pelawangan menuju danau kira-kira 3 jam. Kami tiba di pancuran di sekitar danau sudah gelap dan setelah memenuhi tempat-tempat air bawaan kami, kami beristirahat sejenak untuk melakukan pendakian kembali ke arah Pelawangan. Setelah tiba di tenda kami pun beristirahat agar pada dini hari nya kami cukup fit untuk bangun dan melanjutkan pendakian kami menuju puncak.

Pendakian Hari Ketiga
Jam 2.30 dini hari saya terbangun dengan teman saya yang mendapat giliran masak dan jam 3 pagi kami semua sarapan. Pukul 4 pagi kami bertolak ke puncak meninggalkan tenda kami yang tertutup rapat beserta segala ransel-ransel kami. Kami hanya membawa tas berisi makanan dan minuman, senter dan ponco (jas hujan) dan camera off course.
Perjalanan dari Pelawangan bila semakin dekat dengan puncak Rinjani, kita akan menemukan bunga-bunga edelweis khas gunung Rinjani (ada yang berwarna orange dan keungu-unguan). Kita bisa melihat bunga tersebut pada foto-foto di atas, bagian bawah (yang agak putih-putih).
Bunga edelweis di Gunung Rinjani ini boleh diambil, dan tidak ada pemeriksaan di bawah nantinya, bila ada yang ingin mengoleksinya atau sekedar ingin memberinya untuk someone special, just 4 someone we love. Tapi ingat bukan untuk dijual sehingga mengambilnya berlebihan, karena kita perlu juga menjaga kelestariannya juga. 🙂

Perjalanan dari Pelawangan menuju puncak Rinjani, jalurnya berpasir dan berbatu, dan di kiri kanannya, hiiiiiiiiiii, kalo gak hati-hati, ya ciloko 12. Sepatu yang digunakanpun harus yang cocok (bawahnya berkembang seperti sepatu tentara atau safety shoes). Bayangkan pula perjalanan nantinya sekembali dari puncak, menuju Pelawangan. Kita harus punya teknik turun gunung yang baik.
Sungguh suatu perjuangan yang berat untuk bisa mencapai puncak Rinjani. Terkadang kita merasa kewalahan, sehingga bisa terlintas dalam pikiran, adaikan saja ada dengkul dan paru-paru cadangan. Hehehe… 😀
Seraya matahari mulai bersinar, pemandangan dari sekitar puncak gunung sungguh luar biasa, sulit diungkapkan dengan kata-kata. Seperti itulah kadang-kadang jawaban yang bisa diberikan terhadap suatu pertanyaan “apakah enaknya naik gunung?” atau “untuk apa sih naik gunung?”. Seorang bule ada yang menjawab secara singkat, “ya, karena gunungnya di sana…!”, atau “karena gunung itu ada, untuk didaki..!”. Saya pribadi mengapa tertarik naik gunung untuk menempa diri untuk menghadapi masa-masa sulit kala dewasa nanti dan juga untuk mengetahui sampai sebatas mana kemampuan saya sehingga hal-hal apa saja yang perlu saya perbaiki. Ketika saya berhadapan dengan alam dan ketika berhadapan dengan rekan-rekan di alam terbuka, banyak sifat-sifat yang bisa saya pelajari dari diri sendiri dan rekan-rekan lainnya yang biasanya akan keluar aslinya ketika berhadapan dengan alam terbuka dan saya belajar bagaimana seharusnya saya menyingkapi semua itu. Saya juga belajar bahwa sungguh luar biasa Pencipta agung kita yang menciptakan bumi dengan segala isinya ini. Pastilah semua ini diciptakan bukan untuk sementara, tapi untuk selama-lamanya, karena semua ini pastilah dirancang dan dipersiapkan dengan cermat dan seksama untuk tujuan yang mulia yang bukan hanya untuk sementara untuk dihancurkan tetapi untuk terus ada selama-lamanya, persis seperti bila kita memiliki lukisan yang indah, kita ingin itu tetap terpajang di ruangan. Saya juga belajar banyak dari kehidupan orang-orang di sekitar tempat-tempat yang saya jalani, betapa lebih bersyukurnya seharusnya saya mempunyai kehidupan yang sedikit lebih baik di perkotaan dan betapa seharusnya saya dapat menggunakan waktu sebaik mungkin untuk hal-hal yang lebih bermanfaat dan lebih penting ketimbang menghambur-hamburkannya. Itu sekilas renungan pribadi saya. Hehehe…. 🙂

Kira-kira jam 7 kami akhirnya sampai di puncak Rinjani. Sepertinya ada kebanggaan tersendiri bagi kami kala itu bisa sampai menggapai puncak Rinjani, karena merupakan gunung tertinggi ke-3 di negeri kita tercinta yang indah ini.

gunungrinjani_011

gunungrinjani_13

Kami tidak bisa berlama-lama di puncaknya, karena spacenya tidak luas, nanti bisa terjatuh. Setelah berfoto di puncaknya yang ditandai bebatuan dan bendera putih di belakang saya, kami pun turun sedikit beberapa meter agar kami bisa menikmati pemandangan dari puncaknya sambil ngemil dan ngobrol dengan rekan-rekan dan menjepret pemandangan ke arah danau segara anak. Sekali lagi sayang disayang karena foto-foto dari puncak Rinjani milik saya tidak banyak.

Setelah kami cukup lama bersantai ria di sekitar puncak sambil menikmati silver queen yang membeku dan minuman kaleng yang dingin dikarenakan suhu yang sangat dingin, di bawah 10 derajat celcius, kami pun segera kembali ke tenda kami di Pelawangan, mengingat matahari semakin meninggi dan cuaca semakin terik yang akan dapat membakar kulit kami. Ketika turun ke tenda kami di Pelawangan, kami tidak lupa membawa bunga edelweis khas Rinjani yang berwarna orange keunguan, mengingat di Taman Nasion Rinjani tidak dilarang membawa turun bunga edelweis.
Cara kita turun gunung perlu keahlian dan kelenturan dari kita dan refleks yang baik, apalagi trek berbatu dan berpasir seperti di Gunung Rinjani.

Kami pun akhirnya tiba di Pelawangan setelah lewat tengah hari. Setelah beristirahat dan makan siang, kami pun membereskan tenda dan bawaan kami untuk bersiap turun menuju danau segara anak. Cuaca hujan kala itu, sehingga kami harus jalan berhati-hati mengingat kami harus melewati berbatuan besar yang terjal sebelum kami melewati dataran yang landai. Kami harus jalan sangat pelan karena kabut tebal yang turun sangat menghalangi penglihatan kami sampai dengan 3 meter di depan kami.

Akhirnya kami tiba di danau menjelang senja yang masih dililputi kabut tebal. Ternyata ada beberapa pendaki yang sudah bermalam di sana. Kami pun saling bersalaman dan saling memperkenalkan diri. Di antara mereka ada yang ingin mendaki ke arah puncak, ada pula yang ingin pulang melewati jalur Senaru, yang adalah jalur yang akan kami tempuh kelak. Kami segera mendirikan tenda dan menaruh bawaan-bawaan kami sebelum kami menikmati pemandangan sore hari di pinggir danau serta kemudian mandi ke air mancur tempat kami mengambil air kemarin malamnya. Di sana juga ada pancuran air panas untuk menghilangkan pegal-pegal linu kami setelah pendakian ke puncak Rinjani. Kami berencana tinggal 2 malam di danau ini untuk memulihkan tenaga sebelum melakukan pendakian pulang melewati jalur Senaru yang bebatuan seperti melewati tebing dan yang juga berhutan lebat.

Karena malam telah tiba kami segera masak untuk makan malam special kami untuk menambah kekuatan pada diri kami selama kami tinggal di danau sebelum kami melanjutkan perjalanan pulang kami yang mendaki juga. Terlebih lagi dingin di danau ini sangat menggigit maka kami mengeluarkan perbekalan terbaik kami, seperti kornet, sosis, buah kaleng, susu ovaltine dan lain sebagainya agar kondisi kami tetap fit.

Pendakian Hari Keempat
Keesokan pagi nya kami bangun, kami sangat terpesona dengan keindahan alam danau segara anak yang dikelilingi puncak-puncak gunung Rinjani dari berbagai jalur pendakian. Serasa kami berada di Alaska pagi itu. Luar biasa pemandangannya, karena kami dikelilingi puncak-puncak gunung.

Pada hari keempat, kami tidak melakukan pendakian. Setelah sarapan, kami pun berjalan-jalan ke sekitar danau dan sambil memancing untuk dibakar ikannya nanti. Di danaunya banyak sekali ikan nila yang besar-besar. Mengingat kami tidak terpikirkan sebelumnya untuk membawa alat pancing dan umpan, kami pun meminjam dan meminta umpan dari rekan-rekan kami yang sudah nge-camp di danau sejak beberapa hari lalu. Akhirnya ada tambahan lauk untuk makan siang nantinya.

Kami pun berjalan-jalan ke arah pemandian air panas yang konon katanya bisa menyebuhkan berbagai penyakit kulit dan menghilangkan pegal-pegal linu kita.

Satu yang mungkin tidak akan dilewatkan oleh orang-orang di sekitar danau adalah merenung di danau di pinggir danau, termasuk saya kala itu, karena moment tersebut mungkin sangat langka untuk terulang kembali, entah kapan saya kelak akan kembali ke Danau Segara Anak lagi. Siang hari selepas makan siang adalah waktu bebas berikutnya bagi kami. Di antara kami ada yang hanya tidur siang, ada yang berbincang-bincang dengan para pendaki lain yang baru dikenal, ada yang terus memancing, ada yang mendengar musik keras-keras dari radio-kaset mungilnya, ada yang cukup mendengarkan musik lewat walkman sambil menikmati pemandangan yang indah di danau tersebut. Ah sepertinya ingin sekali kami berlama-lama di sini.
Kami juga berkenalan dengan para pendaki local (dari Lombok Mataram) yang sudah berberapa hari camping di danau tersebut dan segera pulang hari itu juga lewat jalur Senaru. Kami diberikan alamat mereka yang kelak kami jumpai sesampainya kami kembali ke peradaban :-). Mereka akan menemati kami mengunjungi lokasi-lokasi wisata lain di kota Lombok nantinya. Merekalah yang rela meminjam alat pancing mereka dan memberikan umpan untuk memancing kepada kami untuk digunakan. Tak terasa kemudian senja pun tiba, kami segera mandi, makan malam dan beristirahat memulihkan tenaga untuk melanjutkan perjalanan pulang esok pagi.

Pendakian Hari Kelima
Pagi pun tiba dan tubuh kami telah bugar kembali setelah istirahat semalam. Kami harus sarapan kemudian beres-beres tenda dan carrier kami serta berpamitan dengan rekan-rekan pendaki lain yang masih tinggal disitu yang berencana ke puncak Rinjani. Sebelum berangkat, kami berfoto sejenak dan tentunya berdoa terlebih dahulu agar perjalanan kami selalu dilindungi dan selamat ke tujuan kami.

gunungrinjani_14

Perjalanan pulang dari Danau Segara Anak selalu dimulai dengan pendakian, sama seperti kalau kami ingin pulang lewat jalur yang sama seperti kami menuju danau, berarti kami harus mendaki dulu ke arah Pelawangan, barulah turun menuju Sembalun. Karena kami ingin pulang lewat jalur yang berbeda, maka kami harus mendaki dulu ke arah jalur menuju Senaru.

Setelah sampai di atas (berarti posisinya mirip seperti Pelawangan), untuk tiba di Senaru jalurnya tinggal menurun saja. Ketika turun, jalurnya sedikit ada melewati padang savana, tetapi kebanyakan kita akan melewati hutan.
Setelah kira-kira 9 jam perjalanan, akhirnya kami kembali ke peradaban lagi. Perjalanan pulang lewat jalur Senaru lebih pendek jaraknya dibandingkan lewat jalur Sembalun, karena lewat jalur Senaru setelah selesai melewati hutan, langsung ketemu pedesaan (perkampungan), berbeda dengan Sembalun yang harus melewati padang savana terlebih dahulu berjam-jam, baru kemudian bisa bertemu dengan pedesaan (perkampungan). Kami pun akhirnya tiba di Senaru sekitar pukul 4 sore dan kami langsung mencari warung makan, bosan makan indomie melulu.

gunungrinjani_16
Kebanyakan dari kami makan dua piring (balas dendam… 😀 ). Wah ternyata makanan lombok sesuai dengan namanya (lombok = cabe), pedas-pedas buanget dan sangat khas, pedasnya berbeda dengan masakan pedas lainnya seperti masakan padang. Tetapi makanan tersebut tentunya hanya cocok bagi orang yang lambungnya masih wokeee (kebetulan waktu itu, lambung saya masih woke banget, belum kena sakit maag).
Setelah kami kenyang dan cukup beristirahat, hari makin sore, dan kami segera mandi. Di dekat warung tempat kami makan ada air terjun, hanya berjalan sedikit menyeberang jalan dan mengikuti jalur yang rimbun penuh lumut, turun ke bawah.

gunungrinjani_11
Lihatlah betapa deras air terjunnya. Mantap bukan untuk mandi..? Benar-benar pendakian yang tidak akan terlupakan deh. Gimana hasil jepretan saya…? Keren kan…? Sebelah kanan terlalu kosong ya…? Maklumlah, amatiran…

gunungrinjani_12
Setelah ganti pakaian, sebelum naik lagi ke atas ke warung tempat kami makan dan menitip tas-tas bawaan kami, kami berfoto dulu sejenak.
Hari semakin gelap dan kami memutuskan menginap di Senaru. Di sebelah warung tempat kami makan ada mesjid. Disanalah kami meminta izin dari warga setempat untuk menginap malam itu.

Jalan-jalan di Lombok
Keesokan paginya kami bangun, sarapan dan bertolak ke Mataram dan bertemu dengan pendaki yang pernah kami jumpai di Danau Segara Anak beberapa hari sebelumnya. Mereka dua orang, dan akan mengantarkan kami ke tempat wisata di Mataram, persisnya di Cakra nama tempatnya. Kami diperkenalkan ke satu tempat yang dulunya masih ada hubungan dengan kerajaan Hindu Bali. Foto-fotonya tidak banyak.

gunungrinjani_171

dpncakra_01

gunungrinjani_151

Kemudian kami pun diantar mereka keliling Mataram dan menuju Pantai Senggigi. Hari semakin malam dan kami pun berterima kasih dan berpisah dengan 2 teman kami tadi. Mereka kembali ke rumah mereka masing-masing, dan kami memutuskan menginap di Pantai Senggigi. Demi penghematan, kami benar-benar tinggal di Pantai Senggigi (kami benar-benar mendirikan tenda di pinggir pantai, dan berharap tidak ada air pasang).
Keesokan paginya kami bangun dan segera bergerak menuju Pelabuhan Lembar untuk selanjutnya menuju Denpasar, Bali.

pantaisenggigi_01
Berfoto sejenak di depan penjual barang-barang souvenir di sekitar Pantai Senggigi.

gunungrinjani_21
Berfoto sejenak di depan pintu masuk Senggigi Beach Hotel, di jalan yang kami lewati dari pantai.

dpngrbangsenggigi
Berfoto sejenak di depan gerbang masuk Senggigi Beach Hotel, sebelum menyeberang jalan raya untuk makan di piza (pinggir zalan). 🙂

makandisenggigi
Makan dulu masakan khas Lombok, sebelum naik angkutan menuju Pelabuhan Lembar, Lombok untuk menyeberang ke Bali.

Jalan-jalan di Bali
Akhirnya kami tiba di Terminal Ubung, Denpasar sudah malam, sekitar jam 9 malam. Dua rekan kami pulang ke rumah saudara mereka di Surabaya, sebelum melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Sedangkan yang lain, termasuk saya tinggal sebentar di Bali untuk menikmati tahun baru di sana. Walaupun dengan dana terbatas, saya memutuskan ikut di Bali, karena tidak tahu kapan lagi bisa datang mengunjungi Bali.
Untuk penghematan biaya, ditambah kami sudah lelah sekali, kami akhirnya tidur di depan halaman kantor polisi terminal Ubung, Denpasar, yang berumput, setelah mendapatkan izin terlebih dahulu tentunya. Kebetulan cuacanya cerah, dan akhirnya kami beri alas untuk kami tidur disitu.

tidur
Ada satu rekan kami yang terbangun di tengah malam dan meyempatkan diri mengambil gambar. Weleh weleh…
Keesokan paginya (tanggal 31 Desember 1991) kami bangun dan cari sarapan di warung padang (karena cocok untuk siapa saja, karena bebas dari BAB1 dan Blood). Setelah makan, kami naik angkutan menuju Pantai Kuta untuk mencari losmen sebagi BaseCamp kami, agar kami bisa jalan-jalan di Bali tanpa membawa-bawa ransel-ransel kami, dan untuk melewati malam tahun baru, sebelum keesokan paginya bertolak menuju Jakarta.
Setelah kami menaruh ransel-ransel di losmen, kami bergerak menuju tanah Lot yang terkenal itu.
gunungrinjani_24

gunungrinjani_27
Mampir di Pantai Lot.

pantaikuta_01
Di Pantai Kuta menjelang sunset.

dpnterminalubung1
Di depan terminal bis Ubung, Denpasar, menjelang tahun baru. Jalan-jalan dipenuhi orang-orang yang ingin melewati malam tahun baru dengan meriah. Di jalanan lebih banyak pengendara motornya dibandingkan mobil, waktu itu dan jalanan sangatlah padat. Kami melewati malam tahun baru di pinggir Pantai Kuta yang dipenuhi pengunjung di sepanjang pantai yang diawasi lifeguard dilengkapi dengan helicopter malam itu, menjaga agar tidak boleh ada yang berenang malam itu. Jalan legian yang belakangan pernah dibom, penuh sesak, kendaraan bergerak sangat pelan. Anak-anak mudanya sangat gemar meminum arak Bali hingga mabok/muntah dari pintu mobil mereka. Bar, cafe dipenuhi pengunjung malam itu, baik wisatawan domestik maupun manca negara. Benar-benar ramai sekali dan penuh sesak Pantai Kuta malam itu.
Akhirnya setelah seharian keliling beberapa tempat di Bali yang sempat kami lewati, dan melewati malam tahun baru di Pantai Kuta sambil merenung dan membuat planning untuk diterapkan di kehidupan kami sehari-hari kelak, kami pun beristirahat di losmen kami sebelum pulang ke Jakarta keesokan harinya.
Esok paginya kami bangun, dan kami berenang di Pantai Kuta sebelum kami bertolak menuju Jakarta membawa sejuta kenangan yang takkan terlupakan selama perjalanan pendakian Gunung Rinjani ini, terutama untuk selalu memperbaharui diri agar semakin baik dan semakin baik lagi.

11 tanggapan untuk “Pendakian Gunung Rinjani

  1. bos, si gondrong dalam foto lo orangnya sudah meninggal ( alm agus budi utomo ) nt sudah tahukah ?

    Suka

  2. qw benar2 salut buat kalian tas pejuangan mendaki gunung,tpi qw menagis baca berita/coment lok salah satu dari kalian dah meninggal.
    Mudah2 dia tenang di sisi tuhan yang maha esa.
    thanks tas gambar2nya.

    Suka

  3. Itulah salah satu kegunaan mendaki gunung.. Perjuangan mendaki gunung sampai ke puncak, hidup menyesuaikan diri dan menjaga sikap di alam bebas dgn suasana pengunungan, bekerja sama dan berinteraksi saling bantu bersisian satu sama lain dgn rekan2 seperjalanan khususnya dan sesama pendaki lainnya pada umumnya, adalah pelajaran2 yg sangat bermanfaat utk dipetik dan diterapkan di kehidupan nyata dalam kehidupan keseharian..
    Ya, kami semua juga sangat kehilangan teman kami yg telah mendahului kami.. Tanpa dia, kami bertujuh di foto itu nggak akan pernah bisa menapaki kaki di puncak gunung Rinjani.. Dia sangat berjasa bahkan bukan hanya bagi kami, tapi bagi organisasi pencinta alam di SMA kami..
    Thanks juga dah mau baca dan memberi komentar atas kisah perjalanan kami yg seru dan takkan pernah terlupakan itu..

    Suka

  4. Sorry baru diapply dan baru dibls nih…
    Baru OL lagi soalnya…
    Waduh, syang nya sya dah lama gak naik ke Rinjani.. Jadi dah gak ingat lagi jalurnya ke atas.. 🙂
    Coba gabung di grup2 pendakian aja di FB misalnya.. Pasti byk deh yg mau naik ke Rinjani.. Dan jadwalnya bisa beragam kapan.. 🙂

    Suka

Tinggalkan komentar